B. Jenis dan Cara Mengelola Limbah Rumah Tangga
Berikut ini adalah jenis-jenis limbah rumah tangga dan pengolahannya;
Mudahnya limbah padat atau sampah adalah bahan sisa, baik bahan yang sudah tidak digunakan lagi ataupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya dari segi ekonomis. Limbah padat yang bersumber dari rumah tangga meliputi;
a. Sampah organik, sampah yang bisa terurai dengan sendirinya karena membusuk. Contoh limbah rumah tangga organik adalah sisa-sisa makanan, sayuran, dan buah-buahan.
b. Sampah anorganik adalah limbah yang tidak bisa terurai oleh proses biologi. Limbah anorganik yang berasal dari rumah tangga adalah plastik, kaca, kaleng bekas minuman, stayrofoam, dan alumunium.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pemilahan sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik). Sampah organik dapat diolah menjadi kompos yang berguna untuk kesuburan tanaman, sedangkan sampah anorganik bisa diberikan ke pemulung.
Pewadahan merupakan penampungan sampah untuk sementara sebelum dipindahkan ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Setiap keluarga menyediakan pewadahan yang terdiri dari wadah untuk sampah organik dan sampah anorganik.
Wadah ditempatkan di halaman depan rumah atau di pinggir jalan untuk mempermudah pengumpulan dan pemungutan petugas kebersihan.
Penanganan sampah rumah tangga ini dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi setiap sumber sampah (rumah ke rumah) dan diangkut ke tempat pembuangan sementara (TPS).
Baca juga: 5 Kelebihan Bio Septic Tank Ramah Lingkungan dari Polyethylene
Setelah sampah diwadahi dan dikumpulkan, maka selanjutnya sampah di buang ke tempat pembuangan sementara (TPS).
Reduce (mengurangi) mengurangi sampah, Reuse (memakai kembali) sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali, Recycle (mendaur ulang) sebisa mungkin barang-barang yang sudah tidak berguna bisa didaur ulang.
Salah satu limbah rumah tangga adalah air bekas cucian. Umunya limbah cair atau air limbah berasal dari air bekas mencuci, mandi, dan cairan sisa makanan.
Seharusnya air limbah harus dikelola dan tidak direkomendasikan langsung dibuang ke selokan untuk mengurangi pencemaran.
Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor dan bak peresapan dengan memperhatikan ketentuan berikut;
a. Tidak mencemari sumber air minum
b. Tidak mengotori permukaan tanah
c. Mencegah berkembangbiaknya lalat dan serangga lain.
d. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
e. Jarak minimal antara sumber air dengan bak resapan 10 meter.
Selanjutnya adalah limbah toilet. Limbah ini terdiri dari urine dan tinja. Limbah toilet yang tidak dikelola dengan tepat dapat mencemari ekosistem tanah, air, dan udara.
Oleh karena itu pembuangan tinja dan urine yang aman akan mencegah pencemaran yang diakibatkan limbah toilet.
Gunakan Pennyu Bio Septic Tank untuk mengurai kotoran manusia. Pennyu Bio Septic Tank merupakan pengurai urine dan tinja menggunakan sistem bioteknologi menjadi cairan jernih yang ramah lingkungan.
Cara kerja Pennyu Bio Septic Tank dengan 5 tahap proses penguraian memanfaatkan bakteri pengurai untuk mengolah limbah toilet dan desinfektan untuk memastikan cairan jernih hasil olahan tidak mencemari lingkungan.
Selain itu, Pennyu Bio Septic Tank memiliki tipe PB06 dan PB12, serta bio septic tank ukuran custom.
Baca juga: Kenali Cara Kerja Septic Tank Bio Ramah Lingkungan
Sekarang Anda sudah paham jenis limbah rumah tangga apa saja?
Setelah Anda memahami apa saja jenis limbah rumah tangga, jangan malas untuk mengelolanya ya! Mengelola limbah rumah tangga tidaklah sulit dengan memulainya dari hal terkecil. Dengan mengelola limbah rumah tangga, Anda berkontribusi pada masa depan yang lebih bersih dan sehat.
Apabila Anda ingin memutuhkan penguraian limbah kotoran manusia dan ingin menggunakan Pennyu Bio Septic Tank, hubungi Info and Service Center Pennyu di 08170-736698. Ikuti juga sosial media Instagram Pennyu_id dan TikTok Pennyu_id untuk mengetahui informasi sanitary lainnya. Pennyu Pasti Beres!
Dapatkan Produk Pennyu Sekarang Juga
Fera, A. R., GH. Sumartono., E. W. Tini. 2019. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L) pada Jarak Tanam dan Pemotongan Bibit yang Berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, Vol. 19, No. 1 : 11-18.
Handayanto, E., N. Muddarisna., A. Fiqri. 2017. Pengelolaan Kesuburan Tanah. UB Press. Malang.
Haryono, 1989. Mineralisasi Nitrogen Dua Macam Bahan Organik pada Tiga Tingkat Pelapukan dan Dosis Urea serta Beberapa Aspek yang Dipengaruhinya pada Latosol Darmaga. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Hastuti, S., T. Martini., C. Purnawan., A. Masykur., A. H. Wibowo. 2021. Pembuatan Kompos Sampah Dapur dan Taman dengan Bantuan Aktivator EM4. Proceeding of Chemistry Converences, Vol. 6 : 18-21.
Hutubessy, J. 2013. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L). Jurnal Agrica, Vol. 6, No. 2: 79-89
Jamilah, 2003. Pengaruh Pupuk Kandang dan Kelengasan Terhadap Perubahan Bahan Organik dan Nitrogen Total Entisol. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara.
Kurniawan, B. 2019. Pengaruh Umur Kompos Rumah Tangga Hasil Rancang Bangun FIFO (First in First Out) dan Dosisnya dalam Media Tanam dari Lahan Pasca Tambang terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L). Jurnal Agrifor, Vol. 18, No. 2 : 217-230.
Larasati, A. A dan S. I. Puspikawati. 2019. Pengolahan Sampah Sayuran Menjadi Kompos dengan Metode Takakura. Jurnal Ikesma, Vol. 15, No. 2 : 60-68.
Laude, S dan Y. Tambing. 2010. Pertumbuhan Dan Hasil Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang Ayam. Jurnal Agroland, Vol. 17, No. 2: 144-148.
Leni, K., M. Fadil., A. Nizar. 2019. Peningkatan Produksi Tanaman Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Melalui Aplikasi Pupuk Organik Cair Rumput Laut (Sargassum sp) di Kota Wisata Batu. Jurnal Agrotrop, Vol. 9, No. 2: 146-153.
Mabel, J. M dan S. Tuhuteru. 2020. Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Sebagai Kompos PadaTanaman Bawang Merah(Allium Cepa Var. AgregatumL.). Agritrop. Vol. 8, No. 1: 51-59.
Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor.
Nurofik, M. F. I dan P. S. Utomo. 2018. Pengaruh Pupuk Urea dan Petroganik terhadap pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Varietas Fragrant, Vol. 3, No. 1 : 35-40.
Paiman., M. Solihuddin., Hafifah., Ismadi., Usnawiyah., Rd. V. Handayani. 2019. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun Akibat Perlakuan Pupuk Limbah Kulit Kopi dan Jarak Tanam. Jurnal Agrium, Vol. 16, No. 2 : 160-165.
Pantie, F. A. S., T. A. Atikah., L. Widiastuti. 2017. Pengaruh Pemberian Pupuk Kotoran Ayam dan Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun pada tanah Gambut Pedalaman. Jurnal Daun, Vol. 4, No. 1 : 29-37.
Qibitiah, M dan P. Astuti. 2016. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L) pada Pemotongan Bibit Anakan dan Pemberian Pupuk Kandang Sapi dengan Sistem Vertikultur. Jurnal Agrifor, Vol. 15, No. 2 : 249-258.
Rahmawanti, N dan N. Dony, 2014. Pembuatan Pupuk Orgnaik Berbahan Sampah Organik Rumah Tangga dengan Penambahan Aktivator EM4 di Daerah Kayu Tinggi. Jurnal Ziraa’ah, Vol. 39, No. 1 : 1-7.
Rosmarkam. A dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Subandriyo., D. D. Anggoro., Hadiyanto. 2012. Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah Tanggga Menggunakan Kombinasi Aktivator EM4 dan MOL Terhadap Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 10, Issue 2 : 70-75.
Subhaktiyasa, P. G dan N. P. Sumaryani. 2020. Pemanfaatan berbagai Jenis Pupuk Berbahan Limbah Rumah Tangga terhadap pertumbuhan Tanaman. Jurnal edukasi Matematika dan Sains. 2020. Vol. 9, No. 2 : 138-146.
Suleman, D. 2014. Kesuburan Tanah Tropika Basah dan Teknologi Pemupukan. Unhalu Press. Kendari
Yusdian, Y., M. Antaralina., A. Diki. 2016. Pertumbuhan dan Hasil bawang Daun (Allium Fistulosum L.) Varietas Linda Akibat Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Urea. Jurnal Agro, Vol 3, No. 1 : 20-24.
Peningkatan produksi sampah menjadi tantangan besar bagi masyarakat masa kini. Salah satu jenis sampah yang mendominasi di rumah tangga adalah sampah organik. Sampah organik mencakup sisa-sisa dapur, sisa sayuran, dan bahan-bahan organik lainnya yang dapat terurai secara alami. Meskipun sering kali dianggap sebagai beban, sampah organik sebenarnya memiliki potensi besar sebagai sumber daya yang berharga.
Pada dasarnya, sampah organik dapat dianggap sebagai pupuk alami yang dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. Dengan memahami peran penting sampah organik dalam siklus alam, kita dapat merancang metode pengelolaan sampah yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan negatif, tetapi juga memberikan manfaat positif dalam memelihara kesehatan tanah pertanian. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai sifat dan komposisi sampah organik serta bagaimana penggunaannya sebagai alternatif pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Sampah organik memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari jenis sampah lainnya. Komponen utama sampah organik melibatkan bahan-bahan yang berasal dari makhluk hidup, seperti sisa-sisa makanan, daun, ranting, dan bahan organik lainnya. Sifat biodegradable sampah organik membuatnya mudah terurai oleh mikroorganisme alami dalam lingkungan. Sampah organik yang dihasilkanoleh rumah tangga di antaranya sebagai berikut:
Sisa-sisa Dapur: Termasuk sisa-sisa buah, sayur, kulit telur, dan sisa makanan organik lainnya.
Daun dan Ranting: Seringkali dihasilkan dari kegiatan pemangkasan tanaman di sekitar rumah.
Bahan Organik Lainnya: Melibatkan material seperti kertas, kardus yang dapat terurai, serta serbuk kayu atau serbuk gergaji.
Sumber: mutucertification.com
Sampah organik dari hasil aktivitas rumah dapat olah melalui berbagai cara. Cara yang paling mudah dan umum digunakan adalah pengomposan. Pengomposan merupakan suatu proses alami di mana mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan organisme pengurai lainnya mengurai bahan-bahan organik menjadi humus yang kaya akan nutrisi. Proses ini dapat diterapkan secara rumah tangga sebagai metode yang ramah lingkungan untuk mengelola sampah organik. Pengomposan tidak hanya mengurangi volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir, tetapi juga menghasilkan pupuk alami yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah.
Pengomposan sampah organik rumah tangga memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat agar menghasilkan kompos yang berkualitas. Proses ini tidak hanya mendukung pengurangan sampah di rumah tangga, tetapi juga menciptakan pupuk alami yang bermanfaat bagi tanah pertanian. Pengomposan sampah rumah tangga yang paling mudah yaitu melalui langkah sebagai berikut:
Pemilihan Tempat dan Wadah Kompos: Pilih lokasi yang terkena matahari untuk percepatan proses pengomposan. Gunakan wadah atau bak kompos yang memiliki ventilasi untuk memastikan sirkulasi udara yang baik.
Pemilihan Bahan: Pilih bahan-bahan organik yang seimbang antara bahan hijau (misalnya, sisa-sisa makanan) dan bahan coklat (misalnya, daun kering). Keseimbangan ini diperlukan untuk menciptakan kondisi optimal bagi mikroorganisme pengurai.
Pengaturan Lapisan: Susun lapisan bahan hijau dan coklat secara bergantian. Ini membantu menciptakan rasio karbon dan nitrogen yang seimbang untuk mendukung aktivitas mikroorganisme.
Pemeliharaan Kelembapan: Pastikan kompos tetap lembap, tetapi tidak terlalu basah. Kondisi kelembapan yang baik mempercepat proses penguraian.
Pemutar Kompos (Opsional): Pemutaran atau pengadukan kompos secara berkala dapat membantu mempercepat proses pengomposan.
Pemantauan dan Koreksi: Pantau suhu dan aroma kompos. Suhu yang optimal untuk pengomposan biasanya berkisar antara 50-65°C. Jika ada aroma yang tidak diinginkan, perlu dilakukan penambahan bahan untuk menyeimbangkan kembali kompos.
Menggunakan sampah organik sebagai sumber daya untuk menciptakan pupuk alami tidak hanya merupakan langkah berkelanjutan dalam mengelola sampah rumah tangga, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sampah organik sebagai pupuk yaitu peningkatan kandungan nutrisi tanah, perbaikan struktur tanah, dan pengurangan ketergantungan pada pupuk kimia.
A. Meningkatkan kandungan nutrisi tanah
Sampah organik yang mengalami proses pengomposan menghasilkan pupuk yang kaya akan nutrisi. Nutrisi seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang terdapat dalam sisa-sisa makanan dan material organik lainnya menjadi lebih mudah diserap oleh tanaman. Dengan menggunakan pupuk organik ini, tanah dapat diperkaya dengan unsur-unsur esensial yang mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat.
B. Memperbaiki struktur tanah
Kompos hasil dari pengomposan memiliki kemampuan untuk meningkatkan struktur tanah. Struktur tanah yang baik memungkinkan pertukaran udara, air, dan nutrisi tanaman yang lebih efisien. Pupuk organik juga dapat membantu tanah liat menjadi lebih gembur dan meningkatkan kapasitas penyimpanan air pada tanah berpasir.
C. Mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia
Kita dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan Dengan memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk. Pupuk organik tidak hanya menyediakan nutrisi tanaman secara alami, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem tanah dan mikroorganisme yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Kendala dalam mengelola sampah organik rumah tangga sering kali menjadi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat yang ingin menerapkan praktik pengomposan. Meskipun pengelolaan sampah organik memberikan manfaat besar bagi lingkungan, keberlanjutan, dan kesehatan tanah, beberapa hambatan mungkin muncul selama proses tersebut.
Pengelolaan Bau dan Hama: Proses pengomposan dapat menghasilkan aroma yang tidak diinginkan dan menarik perhatian hama. Beberapa rumah tangga mungkin mengalami kendala terkait bau yang tidak nyaman atau kehadiran serangga.
Ketersediaan Ruang: Rumah tangga dengan ruang terbatas mungkin menghadapi kesulitan dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan pengomposan.
Kesadaran dan Keterampilan: Beberapa individu mungkin belum sepenuhnya menyadari manfaat pengomposan atau kurang memiliki keterampilan dalam mengelolanya.
Meskipun mengelola sampah organik di rumah tangga menghadapi tantangan, terdapat sejumlah solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keberhasilan dan efisiensi dari praktek ini. Solusi ini diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala yang mungkin timbul selama proses pengomposan sehingga pengelolaan menjadi lebih efektif. Berikut ini adalah beberapa solusi untuk mengatasi kendala yang timbul.
Penggunaan Wadah Berkualitas Tinggi: Menggunakan wadah kompos yang dirancang khusus dapat membantu mengurangi bau yang tidak sedap dan mencegah hama masuk.
Pemilihan Metode Pengomposan yang Tepat: Terdapat berbagai metode pengomposan, seperti pengomposan tumpuk atau pengomposan dalam wadah tertutup. Memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan ruang dapat meningkatkan efisiensi.
Edukasi dan Pelatihan: Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi mengenai manfaat pengomposan dan memberikan pelatihan mengenai cara yang benar dalam melaksanakannya.
Penerapan Teknologi: Beberapa inovasi teknologi, seperti pengomposan aerobik dengan bantuan mesin pengomposan, dapat membantu mengatasi beberapa kendala yang mungkin muncul.
Mengingat potensi positif sampah organik sebagai sumber daya yang berharga untuk kesuburan tanah, berikut beberapa rekomendasi dan kesimpulan untuk mendorong pengelolaan sampah organik di rumah tangga:
Program Edukasi Masyarakat: Penting untuk melaksanakan program edukasi yang menyasar masyarakat tentang manfaat pengomposan dan cara pengelolaan sampah organik di rumah tangga. Dengan meningkatkan kesadaran, masyarakat dapat lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam praktik-praktik berkelanjutan.
Dukungan Pemerintah dan Pihak Terkait: Pemerintah dan pihak terkait perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan dan insentif untuk mendorong masyarakat dalam melaksanakan pengomposan. Subsidi atau insentif fiskal dapat menjadi dorongan positif.
Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan: Investasi dalam pengembangan teknologi pengomposan yang ramah lingkungan dan mudah diakses dapat meningkatkan efisiensi proses pengomposan di tingkat rumah tangga.
Melalui pengomposan sampah organik, rumah tangga tidak hanya dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengurangan sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir, tetapi juga dapat menciptakan pupuk alami yang mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat. Meskipun terdapat tantangan dalam mengelola sampah organik, solusi yang tepat dan kesadaran masyarakat dapat membantu mengatasi kendala-kendala tersebut.
Dengan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait, diharapkan pengelolaan sampah organik di rumah tangga dapat menjadi bagian integral dari upaya menuju gaya hidup berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat memaksimalkan potensi sampah organik sebagai sumber daya yang bernilai untuk mendukung kesehatan tanah pertanian dan keberlanjutan lingkungan.
Limbah rumah tangga merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. limbah rumah tangga terbagi menjadi limbah organik dan limbah anorganik. Limbah anorganik berupa plastik, kaleng dan semua jenis kemasan yang sulit mengalami pembusukan. Limbah organik berupa sisa sayur, buah, kemasan kertas, tisu dan sisa makanan.
Limbah organik atau dikenal juga dengan sebutan limbah biodegradable merupakan sebutan untuk sampah yang dapat terurai secara hayati dan berasal dari tumbuhan atau hewan. Limbah organik tetap dapat berkontribusi terhadap produksi gas rumah kaca (metana) meskipun dapat terurai.
Kurangnya kesadaran masyarakat Desa Teluk Awur khususnya ibu rumah tangga dalam mengelola limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun kesehatan. Beberapa kemungkinan penyakit yang dapat terjadi yaitu ISPA, Diare, DBD dan penyakit lainnya yang dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.
Pengelolaan limbah organik khususnya rumah tangga harus dilakukan secara aktif untuk mengurangi jumlah limbah yang ada dan memanfaatkan nilai guna yang masih terkandung dalam limbah itu sendiri.
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, pada Senin (14/11/22) mahasiswa KKN Tematik Universitas Diponegoro (Undip) bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bank Sampah Induk (BSI) Kabupaten Jepara mengadakan sosialiasai mengenai pengelolaan limbah rumah tangga khususnya limbah organik menjadi produk yang memiliki nilai guna dan nilai jual. Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah rumah tangga yaitu pakan ternak.
Anis, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara dalam penjelasannya mengenai Desa Mandiri Sampah menghimbau kepada masyarakat Desa Teluk Awur untuk dapat memulai mengelola sampah dimulai dari skala rumah tangga dengan cara melakukan pemilahan untuk limbah organik dan limbah anorganik, sehingga dapat tercipta lingkungan yang bersih.
”Limbah anorganik dapat diolah menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual, sedangkan limbah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos, pupuk organik cair (POC) dan pakan ternak seperti silase dan maggot yang menggunakan lalat Black soldier fly (BSF) atau lalat tentara hitam sebagai pengurai.” ujar Samsul, perwakilan dari DLH Jepara.
Menindaklanjuti kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bank Sampah Induk (BSI) Kabupaten Jepara, pada Jumat (18/11/22) Likha salah satu mahasiswi KKN Tematik Undip melakukan sosialisasi door to door terhadap peternak yang ada di Desa Teluk Awur mengenai bagaimana pembuatan pakan ternak ruminansia dari limbah organik rumah tangga.
Pakan ternak menjadi salah satu produk pilihan yang dapat dihasilkan dari pengelolaan limbah organik rumah tangga karena berdasarkan data yang diperoleh, banyak masyarakat Desa Teluk Awur yang menjadi peternak tradisional. Mirisnya, ternak diumbar di lahan terbuka dari pagi hingga sore dan mencari makanannya sendiri, bahkan akibat sampah tidak dikelola dengan baik dan tidak hanya dibuang disatu tempat, maka ternak yang diumbar memakan sampah seperti plastik karena kurangnya ketersediaan hijauan di ladang penggembalaan akibat tertutup oleh tumpukan sampah.
Dalam kegiatan sosialisasi, Likha menjelaskan mengenai limbah organik apa saja yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sebab tidak semua limbah organik dapat diolah menjadi pakan ternak.
“Limbah rumah tangga seperti wortel dan sawi tidak dapat dijadikan silase karena mudah busuk, namun dapat diolah untuk menjadi pakan ayam dan lele” jelas Likha.
Selain menyampaikan materi mengenai tata cara pembuatan pakan ternak yaitu silase dari limbah organik rumah tangga, dalam kegiatan sosialisasi juga dilakukan sesi wawancara dan tanya jawab mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi peternak Desa Teluk Awur.
“Disini ternak dipelihara hanya dengan cara diumbar, kasih pakan juga cuma hijauan. Kalau mau beli konsentrat mahal sekitar Rp 8.000,00/kg dan disini tidak ada yg jual, harus menempuh jarak ± 10 km untuk beli konsentrat” jelas Sutriman, salah satu peternak sapi potong yang ada di Desa Teluk Awur.
Tidak hanya itu, terdapat beberapa peternak yang mengatakan bahwa selama ini tidak pernah ada penyuluhan ataupun pelatihan mengenai pakan ternak ruminansia. Kurangnya ilmu serta pendampingan dari pihak terkait menyebabkan peternak tidak optimal dalam memelihara ternak yang dimilikinya.
Harapannya dengan adanya sosialisasi tersebut, peternak dapat memanfaatkan limbah organik rumah tangga sebagai pakan ternak yang memiliki kandungan nutrisi cukup baik, sehingga dapat mengurangi dampak negatif akibat limbah rumah tangga dan mengubahnya menjadi dampak positif yang menguntungkan.
Penulis : Baqiyatus Sholikhah (Tim 3 KKNT Undip Jepara 2022)
DPL : Dr. Ir. Cahya Setya Utama, S.Pt., M.Si., IPM
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Achadri, Yanuar, Fitria Gemma Tyasari, dan Putri Awaliya Dughita. 2018. “Pemanfaatan Limbah Organik dari Rumah Makan Sebagai Alternatif Pakan Ternak Ikan Budidaya.†AGRONOMIKA 13(1):210–13.
Andriani, Yuli, Walim Lili, Irfan Zidni, dan Muhamad Fatah Wiyatna. 2021. “Penyuluhan Pemanfaatan Limbah Organik Rumah Tangga Sebagai Pakan Ikan Di Desa Awisurat Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat.†Farmers: Journal of Community Services 2(1):56–61.
Banowati, Eva. 2011. “Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Untuk Konservasi Lingkungan.†Laporan Penelitian, Semarang: LP2M Unnes.
Dias L, Pingkan. 2009. “Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang.†Universitas Diponegoro.
Fordian, Dian, Hanna Audrey Lavinia, Rendra Rianto, dan Esa Amirul Azis. 2017. “Penyuluhan Metode Pembuangan Sampah Organik Dan Sampah Non Organik Bagi Rumah Tangga Di Lingkungan Rw 03 Desa Cisempur, Kec. Jatinangor.†Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat 6(3):129–35.
Ihsan, Ihsan Hidayat. 2018. “Analisis Tekno Eknonomi Pembuatan Pelet Ikan dari Limbah Sampah Organik di Kota Pekanbaru.†Jurnal Sains, Teknologi dan Industri 15(2):121. doi: 10.24014/sitekin.v15i2.5067.
Jambeck, Jenna R., Roland Geyer, Chris Wilcox, Theodore R. Siegler, Miriam Perryman, Anthony Andrady, Ramani Narayan, dan Kara Lavender Law. 2015. “Plastic waste inputs from land into the ocean.†Science 347(6223):768–71. doi: 10.1126/science.1260352.
Parfitt, Julian, Mark Barthel, dan Sarah Macnaughton. 2010. “Food waste within food supply chains: quantification and potential for change to 2050.†Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences 365(1554):3065–81. doi: 10.1098/rstb.2010.0126.
Patriatama, Fajar Febri. 2018. “Pemanfaatan Sampah Organik Pasar sebagai Pakan Ikan.†Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan 12(1):37. doi: 10.26630/rj.v12i1.2749.
Sari, Novita, dan Surahma Asti Mulasari. 2017. “Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan dengan Perilaku Pengelolaan Sampah di Kelurahan Bener Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta.†Jurnal Medika Respati 12(2):74–84.
Sony. 2008. “Workshop on Community Based Solid Waste Management in Indonesia.†Jakarta: Balai Kartini.
Sulistiyorini, Nur Rahmawati, Rudi Saprudin Darwis, dan Arie Surya Gutama. 2015. “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Lingkungan Margaluyu Kelurahan Cicurug.†Share : Social Work Journal 5(1). doi: 10.24198/share.v5i1.13120.
Westendorf, Michael L., ed. 2000. Food Waste to Animal Feed. Wiley.
Yulianingrum, Triwahyu, Niken Ayu Pamukas, dan Iskandar Putra. 2017. “Pemberian Pakan Yang Difermentasikan Dengan Probiotik Untuk Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Teknologi Bioflok.†Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 4(1).
Zumael, Z. 2009. “The Nutrient Enrichment of Biological Processing.†Agricmed, Warsaw.
Contoh Limbah Lunak Organik untuk Kerajinan
Mengutip modul PJJ Prakarya Aspek Kerajinan Kelas VII (2020) terbitan Kemdikbud, cara melakukan pengolahan limbah lunak organik, terutama yang basah, adalah dengan mengeringkannya terlebih dahulu. Pengeringan limbah dilakukan dengan penjemuran langsung di bawah terik matahari atau memakai mesin.
Dalam proses pengeringan, kadar air pada limbah harus dipastikan telah habis sebelum diolah lebih lanjut. Hasil dari proses pengeringan limbah ini adalah bahan baku.
Dari bahan baku, lantas diubah bentuk menjadi beragam produk kerajinan. Pengolahan limbah menjadi barang jadi yang siap pakai dikerjakan oleh pengrajin sesuai tujuan yang diinginkan.
Pengolahan limbah lunak untuk didaur ulang menjadi barang kerajinan dapat meminimalisasi jumlah sampah di lingkungan. Produk-produk kerajinan yang bisa dibuat dari limbah lunak organik sangat beragam dan tidak sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, pengelolaan limah juga tetap harus efektif dan efisien dan didasari oleh pengetahuan yang memadai, agar pemanfaatannya justru tidak menimbulkan limbah baru. Demi mencegah limbah baru, pemrosesan bahan menjadi barang kerajinan harus memenuhi prinsip 3R: reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle atau mendaul ulang.
Contoh kerajinan dari bahan limbah lunak organik adalah:
1. Limbah eceng gondok jadi bahan baku pembuatan furnitur, tas, keranjang, kotak box, miniatur, dan lain-lain.
2. Limbah kulit jagung bisa diolah menjadi aksesori pelengkap tas, bunga hias, boneka, dan lain-lain.
3. Limbah kertas koran bisa diolah menjadi boneka, rak, keranjang, dan lain-lain. Meskipun kertas mudah hancur jika terkena air, ia bisa dipakai sebagai bahan dasar produk kerajinan dengan menambahkan lem, zat pelindung antiair (melanin/politur), atau plastik sebagai pelapis.
4. Limbah jerami bisa diolah menjadi sapu, wadah pensil, pigura, dan lain sebagainya.
5. Limbah pelepah pisah bisa diolah menjadi barang kerajinan: keranjang, sandal, meja-kursi, tas, dan lain sebagainya.
Pernah bertanya sebenarnya “Limbah rumah tangga apa saja?” Apakah kaleng bekas minuman termasuk limbah rumah tangga?
Pemahaman tentang limbah rumah tangga sangat penting lho! Limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan berbagai masalah lingkungan.
Limbah rumah tangga sangat berbeda dengan limbah pabrik. Karena jenisnya berbeda, maka limbah rumah tangga juga punya cara pengelolaan yang berbeda.
Dalam artikel ini, kita akan membahas dampak negatif limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, jenis-jenisnya, dan cara mengelola limbah rumah tangga. Yuk simak!
A. Dampak Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga adalah bahan buangan yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga, dan limbah toilet. Dampak negatif dari limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik;
1. Limbah rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air tanah di sekitar.
2. Limbah akan menimbulkan bau yang tidak sedap (pembusukan).
Baca juga: Panduan Perawatan Bio Septic Tank yang Tepat
3. Limbah dapat menimbulkan penyakit.
4. Dampak negatif limbah rumah tangga dapat mencemari dan mengganggu kehidupan biota laut.
tirto.id - Limbah, jika dilihat dari senyawanya, dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni limbah organik dan anorganik. Limbah organik mudah ditemui di kehidupan sehari-hari karena berasal dari bahan alami.
Dari segi istilah dalam materi Prakarya, pengertian limbah organik adalah limbah yang mengandung unsur karbon dan mudah terurai atau membusuk. Contoh limbah organik dalam kehidupan sehari-hari, seperti kulit sayur, kulit buah, kotoran hewan, sisa makanan, dan lain sebagainya.
Sementara itu, dari segi kemudahan penguraian maupun pengolahannya, limbah dapat dibedakan menjadi limbah lunak serta limbah keras. Limbah lunak adalah limbah yang bersifat lembut, empuk, dan mudah dibentuk. Limbah lunak juga dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yakni limbah lunak organik dan limbah lunak anorganik.
Limbah lunak bisa mengalami proses pelapukan jauh lebih cepat daripada limbah keras. Karena itu, limbah lunak organik bisa didefinisikan sebagai limbah yang mengandung unsur karbon, mudah terurai atau membusuk, serta memiliki sifat lembut, empuk, dan mudah dibentuk.
Mengutip buku Prakarya Kelas VII (2017) yang diterbitkan Kemdikbud, limbah lunak organik lebih banyak berasal dari tumbuh-tumbuhan. Meskipun limbah lunak organik mudah terurai dan membusuk, ia tetap berpotensi untuk diolah menjadi barang kerajinan. Namun, pengolahan limbah lunak organik harus tepat agar bisa menjadi bahan kerajinan yang berkualitas dan tahan lama.
Contoh limbah lunak organik yang bisa diolah menjadi bahan kerajinan adalah sebagai berikut:
Limbah lunak organik disebut pula limbah basah. Penyebabnya, limbah ini memiliki kandungan air yang tinggi. Hal itulah yang membuat limbah lunak organik mudah membusuk jika tidak segera diolah. Pengolahan semua limbah tersebut harus dilakukan secara tepat sehingga diperoleh hasil akhir yang baik berupa bahan baku kerajinan.