Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
- Burung rangkong termasuk hewan langka yang dilindungi. Di ekowisata Hutan Meranti, Kalimantan Selatan, burung ini terawat dengan baik.Burung langka dan dilindungi bisa kamu temukan di ekowisata Hutan Meranti, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak hanya bertemu, bahkan kamu bisa berinteraksi langsung dengan burung eksotis Kalimantan dan aneka unggas lainnya di dalam kubah ukuran besar.Burung endemik Kalimantan yang terdapat di konservasi burung ini antara lain adalah burung Rangkong. Burung rangkong dikenal sebagai burung enggang. Dalam bahasa Inggris disebut juga dengan hornbill dikarenakan paruhnya memiliki cula layaknya tanduk sapi.Di Kalimantan, masyarakat Dayak menganggap burung rangkong dikeramatkan. Burung tersebut diyakini oleh Suku Dayak sebagai jelmaan dari panglima gunung yang sangat dihormati.Burung rangkong termasuk dalam spesies yang dilindungi. Terlebih, burung rangkong saat ini berada di ambang kepunahan. Maraknya perburuan liar, kerusakan hutan, alih fungsi hutan alami adalah faktor utama penyebab diambang punahnya hewan eksotis ini.Yang unik dari burung rangkong adalah, sekarang berperan dalam penyebaran benih pohon di hutan. Burung rangkong populasinya tersebar hampir di seluruh Pulau Kalimantan.Selain burung rangkong, terdapat juga burung beo di kawasan konservasi ini. Selayaknya burung rangkong, burung beo pun ternyata memiliki peran dalam penyebaran benih pohon dan tanaman di hutan.Burung bernama latin Gracula religiosa ini memiliki keistimewaan, sebab jika dilatih maka akan pandai menirukan ucapan manusia. Tidak heran burung ini banyak diburu untuk dijadikan hewan peliharaan.Namun tidak perlu khawatir, sebab burung rangkong dan beo di ekowisata Hutan Meranti sangat terlindungi dan terawat dengan baik. Secara rutin petugas akan menyediakan buah-buahan segar setiap harinya dan menjaga kondisi kandang tetap bersih.Di dalam kawasan konservasi terdapat skybridge, sehingga memudahkan pengunjung dalam berkeliling dan bisa berinteraksi langsung dengan aneka burung dan unggas yang ada.
Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Viral di Facebook sebuah unggahan video yang menampilkan burung bertopi merak asal Pulau Kalimantan yang mempunyai suara merdu dan tubuh yang indah. Video tersebut diunggah pada tanggal 22 November 2024 konten telah dilihat sebanyak lebih dari 5,4 ribu tayangan dan menuai empat komentar warganet yang mempercayai informasi dalam unggahan.Namun faktanya, klaim informasi tersebut adalah tidak benar. Melansir dari turnbackhoax.id, Selasa (3/12/24), setelah dicek oleh tim pencari fakta, mengunduh video itu dan mengunggahnya ke laman perangkat pendeteksi Artificial intelligence (AI), Hive Moderation.Hasilnya, video tersebut merupakan rekayasa kecerdasan buatan, probabilitas atau kemungkinannya mencapai 99,8 persen. Kemudian memasukkan kata kunci "burung langka bertopi" ke kolom pencarian Google. Penelusuran teratas mengarah ke artikel idntimes.com, yang menyebut ada burung "Kehicap Bertopi", tetapi burung itu secara fisik tidak memiliki topi di kepalanya.(sy/hn/nm)
Ragam pemanfaatan bentang alam merupakan hasil perkembangan dari waktu ke waktu untuk pertanian, perkebunan, perikanan, agroforestry, pertambangan, pemukiman, yang perlu diimbangi dengan alokasi hutan lindung dan konservasi yang proporsional untuk menjaga ketahanan lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)menyatakan burung Pelanduk Kalimantan kembali ditemukan setelah 172 tahun dinyatakan 'hilang'.
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Pertama Balai TN Sebangau Teguh Willy Nugroho mengatakan burung itu ditemukan kembali pada 5 Oktober 2020.
"Cerita bermula ketika tanggal 5 Okorber 2020 lalu Mas Suranto, rekan kami yang ada di Kalimantan Selatan menemukan burung yang tak biasa," ujar Teguh dalam webinar yang diselenggarakan KLHK, Selasa (2/3).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh menuturkan 'burung tak biasa' adalah istilah bagi burung yang belum pernah dilihat sebelumnya. Oleh karena itu, penemuan burung itu didiskusikan dalam forum khusus.
Namun, anggota diskusi tidak menemukan satu pun literatur yang cocok dengan burung yang ditemukan oleh Suranto. Bahkan, dia berkata forum sempat mengira bahwa Pelanduk Kalimantan merupakan spesies baru.
Kesimpulan awal itu berubah setelah berkomunikasi dengan peneliti LIPI Mohammad Irham. Kepada Teguh dkk, Irham menduga kuat bahwa 'burung tak boasa' iti adalah keluarga Malacopteron atau Pelanduk.
"Namun, belum diketahui juga jenisnya. Di sini kami semakin tergugah apakah benar ini burung new species atau burung lain," ujarnya.
Lima hari setelah penemuan, seorang pengamat burung mencurigai bahwa 'burung tak biasa' itu adalah Pelanduk Kalimantan. Kecurigaan itu muncul setelah mengamati lebih detil ciri-ciri dari 'burung tak biasa' itu.
Namun, Teguh menyebut literatur mengenai Pelanduk Kalimantan menunjukkan bahwa 'burung tak biasa' itu bukan Pelanduk Kalimantan, misalnya dalam pola warna kaki, paruh, mata.
Berdasarkan keyakinan, Teguh dkk kemudian membuat jurnal untuk menginformasikan burung yang didduga kuat merupakan Pelanduk Kalimantan. Proses pembuatan jurnal dibantu oleh pakar Birdlife, Yong Ding Li.
"Dalam proses yang panjang ada pembenahan, kemudian dirilislah (jurnal) pada 25 Feburari 2021," ujar Teguh.
Teguh membeberkan Pelanduk Kalimantan adalah burung pengicau endemik Kalimantan. Status konservasi burung itu sempat dinyatakan rentan hingga kurang data oleh IUCN.
Berdasarkan riset yang ada, Teguh menyebut burung itu termasuk misterius. Sebab, kebiasaan dan pola penyebaran burung itu tidak diketahui. Ada beberapa pakar menyatakan Pelanduk Kalimantan merupakan Pelandul Alas.
Literatur lain, lanjut dia menyakan Pelanduk Kalimantan merupakan salah satu teka teki besar ilmu burung Indonesia. Spesimen burung itu diketahui hanya ada satu dan dikumpulkan pada tahun 1840-an.
Pelanduk Kalimantan berukuran 15-16 cm.Habitat burung itu diketahui di dataran rendah dan endemik Banjarmasin, Kalsel.